Kupang, Radarflores.com - Keinginan pengungsi asal Sumba Barat Daya yang kini berada di Bima untuk kembali ke tanah asal mereka pasca kerusuhan yang melibatkan warga Bima harus menjadi perhatian serius Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa menegaskan, perhatian tersebut penting demi menghindari potensi konflik lebih lanjut dan dampak trauma psikologis yang dirasakan warga Tana Humba akibat tindakan anarkis massa, yang seharusnya diproses secara hukum.

"Saat ini warga Tana Humba mengungsi di Dinsos Kabupaten Bima adalah langkah bijak untuk menghindari konflik horisontal pasca-main hakim sendiri warga Bima," ujar Gabriel kepada media, Minggu, 19 Januari 2025.

Menurut dia, di balik kejadian tersebut tentu saja ada dampak trauma psikologis warga Tana Humba di Bima karena ulah satu orang.

"Bukannya diproses hukum tetapi massa melakukan tindakan anarkis," imbuh Gabriel.

Ia pun sangat mendukung dan menghargai keinginan pengungsi Tana Humba yang mayoritas dari Sumba Barat Daya untuk difasilitasi negara dalam hal ini Kemensos, Pemprov NTT bekerja sama Pemprov NTB kembali ke Tana Humba.

Dilansir Detik Bali, Warga Sumba Barat yang mengungsi di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), dirundung ketakutan akibat insiden di Pasar Tente, Kecamatan Woha. Merekan menyatakan keinginan untuk pulang ke kampung halaman.

"Semuanya berharap dan ingin pulang kembali ke Sumba," kata kepala suku Sumba, Jhon Ngila, Jumat, 17 Januari 2025.

Jhon menyebutkan, harapan ini disampaikan atas aspirasi seluruh warga yang mengungsi. Mereka ingin kembali ke Sumba Barat untuk menenangkan diri dan menghindari kemungkinan terjadinya insiden lanjutan.

"Ingin kembali ke kampung halaman untuk menenangkan diri. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pasca insiden di Pasar Tente kemarin," ujarnya.

Jhon mengaku telah menyampaikan keinginan tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Bima melalui Kepala Dinsos Kabupaten Bima, Tajuddin. Ia berharap pemerintah dapat menindaklanjuti aspirasi tersebut.

"Sudah kami sampaikan ke Kepala Dinsos. Harapan kami keinginan ini bisa ditindaklanjuti," ungkap Jhon.

Menurut Jhon, sebanyak 401 warga Sumba saat ini mengungsi di kantor Dinsos Bima. Jumlah tersebut baru setengah dari total warga Sumba yang tinggal di Kecamatan Woha, yang diperkirakan mencapai seribu orang. Sebagian lainnya mengungsi ke sejumlah tempat seperti Kecamatan Parado, Bolo, Belo, dan Monta.

"Ini baru setengahnya. Yang lainnya berada di sejumlah tempat untuk menghindari insiden yang terjadi kemarin," jelasnya.

Jhon menambahkan bahwa warga Sumba di Bima telah lama bermukim di daerah tersebut, dengan masa tinggal yang bervariasi dari beberapa hari hingga puluhan tahun. Banyak dari mereka bekerja sebagai buruh, tukang ojek, petugas parkir, atau di sektor perdagangan dan jasa lainnya.

Sesepuh Sumba di Pasar Tente, Frengki, juga menyampaikan keinginan serupa. Ia mengungkapkan bahwa meskipun ada jaminan keamanan dari pihak kepolisian dan Pemkab Bima, warga tetap ingin dipulangkan ke kampung halaman mereka.

"Meski polisi dan Pemkab Bima akan memberikan jaminan keamanan, kami semuanya ingin pulang kembali ke Sumba," ujarnya.

Frengki yang telah belasan tahun tinggal di Bima berharap bisa kembali bertani di kampung halamannya. Ia berencana menggarap lahan jagung dan padi, meskipun harga jual hasil tani di Sumba tidak setinggi di Bima.

"Di kampung halaman bisa apa saja, bertani juga bisa. Kalau ada modal, mau buka usaha," tuturnya.

Frengki, yang kini tinggal di Desa Tente bersama istri dan lima anaknya, bekerja sebagai tukang ojek di Pasar Tente. Keluarganya mengontrak tempat tinggal dengan biaya Rp 400 ribu per bulan. [RF]