Ruteng, Radarflores.com – Anton Ali, kuasa hukum Direktur CV. Patrada, Edward Sony, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tong sampah di PT MMI di Kabupaten Manggarai, angkat bicara.

Menurutnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai telah menetapkan kliennya, Sony, sebagai tersangka tanpa cukup alat bukti.

"Kejari Manggarai menetapkan Sony sebagai tersangka, namun tidak ada cukup alat bukti," ujar Anton kepada Radarflores.com, usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Ruteng, Kamis, 6 Februari 2025.

Anton menjelaskan, inti permasalahan dalam kasus ini adalah adanya dugaan penyelewengan dalam pengelolaan keuangan internal PT MMI yang melibatkan unsur keuangan daerah.

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah "apakah benar Sony terlibat dalam penyelewengan tersebut?".

Anton menilai Kejari Manggarai tidak dapat membuktikan hal tersebut.

"Saya simpulkan itu karena dalam sidang praperadilan, Kejari Manggarai tidak dapat membuktikan dakwaannya," ucap Anton.

"Bukti yang diajukan oleh Kejari Manggarai dalam praperadilan ini hanya berupa berita acara, yang pun tidak sesuai dengan penetapan Sony sebagai tersangka," tambahnya.

Anton juga menyayangkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan Kejari Manggarai pada tanggal 9 Januari 2025, untuk penetapan Sony sebagai tersangka.

Menurutnya, pemeriksaan saksi untuk mentersangkakan seseorang seharusnya dilakukan setelah SPDP diterbitkan.

"Seharusnya pemeriksaan saksi baru dilakukan setelah SPDP keluar, bukan setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka," tegas Anton.

Ia menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan sebelum SPDP keluar seharusnya termasuk dalam tahap penyelidikan, yang bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya peristiwa pidana.

Anton juga menyebutkan bahwa berita acara yang diajukan oleh Kejari Manggarai tidak jelas.

Ia mempertanyakan "siapa saksi yang diperiksa, apakah Yustinus Mahu, Maksimus Haryatman, atau Edward Sony, karena tidak ada bukti yang menjelaskan hal tersebut."

"Karena Kejari tidak mengajukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) secara utuh, maka saya berkesimpulan bahwa BAP yang ada tidak sah untuk menetapkan Sony sebagai tersangka," jelas Anton.

"BAP tersebut cacat hukum dan tidak sah," tegasnya.

Kuasa hukum lainnya dari Direktur CV. Patrada, Kapistrano Celina Cemen, menyoroti masalah terkait perhitungan kerugian negara dalam perkara ini.

Menurutnya, salah satu unsur yang berwenang untuk menghitung kerugian negara adalah akuntan publik yang sudah tersertifikasi.

Kapistrano menjelaskan, akuntan yang digunakan dalam perkara ini bukan akuntan publik tersertifikasi, melainkan akuntan yang hanya terdaftar.

"Akuntan yang menghitung kerugian negara dalam perkara ini berstatus hanya sebagai akuntan berregister, bukan akuntan publik yang tersertifikasi," kata Kapistrano.

Ia juga menjelaskan, sesuai dengan aturan, perhitungan kerugian negara harus dilakukan oleh akuntan publik yang tersertifikasi atau akuntan yang berpraktik.

Namun, akuntan yang digunakan dalam perkara ini tidak memiliki sertifikasi tersebut.

Karena itu, hasil perhitungan kerugian yang diajukan tidak memiliki kualitas sebagai alat bukti yang sah menurut hukum.

"Karena akuntan tersebut tidak sah menurut hukum, hasil perhitungannya kami nilai sangat keliru," ujar Kapistrano.

Penetapan tersangka terhadap Sony, menurutnya, tidak memiliki bukti permulaan yang cukup baik, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

"Kami menilai penetapan tersangka Sony ini tidak memiliki dasar yang cukup kuat," tutup Kapistrano.

Penulis: Isno Baco