Ruteng, Radarlores.com - Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Kodim 1612/Manggarai berinisial AT pada Minggu, 16 Februari 2025, telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan masyarakat setempat.

Insiden ini memicu kecaman luas dan tuntutan agar proses hukum dijalankan secara adil, dengan sanksi yang tegas terhadap pelaku.

Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Margareta Kartika menegaskan, tugas utama TNI menurut konstitusi adalah untuk mempertahankan dan melindungi keutuhan negara, serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Namun, menurutnya, tindakan oknum AT justru bertolak belakang dengan tugas mulia tersebut.

Margareta menyatakan, "Tugas TNI seharusnya sebagai pelindung warga negara, namun apa yang dilakukan oknum TNI ini malah mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat."

Tindakan kekerasan yang dilakukan oknum TNI ini mendapat kritik tajam sebagai pelanggaran terhadap hukum dan hak asasi manusia.

Sebagai aparat negara yang seharusnya menjaga ketertiban, oknum tersebut dinilai telah bertindak sewenang-wenang tanpa mengikuti prosedur hukum yang tepat.

Menurut Margareta, tindakan ini jelas bertentangan dengan pasal 30 ayat 3 UUD 1945 yang mengatur peran TNI dalam mempertahankan, melindungi, dan memelihara kedaulatan negara.

“Apa yang dilakukan oleh oknum AT justru bertentangan dengan perintah konstitusi tersebut,” tambahnya.

PMKRI Ruteng mengungkapkan beberapa hal yang menjadi sorotan dalam kasus ini. Pertama, tindakan "main hakim sendiri" yang dilakukan oleh oknum TNI.

Dugaan pencurian motor seharusnya menjadi ranah kepolisian, bukan langsung dihukum oleh individu dengan cara kekerasan.

Kedua, tidak ada verifikasi yang jelas terkait kasus tersebut sebelum tindakan kekerasan dilakukan. Hal ini menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam menangani situasi tersebut.

Ketiga, tindakan memukul untuk mendapatkan pengakuan dianggap sebagai penyiksaan, yang bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.

Margareta menambahkan, kejadian ini mencoreng citra TNI sebagai institusi yang seharusnya melindungi rakyat, dan justru menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat.

“Oknum TNI yang berinisial AT ini sebenarnya tidak layak untuk tetap menjadi anggota TNI lagi. Tindakannya yang begitu bobrok tidak mencerminkan dirinya sebagai bagian dari institusi keamanan negara,” tegasnya.

Meskipun ada upaya untuk melakukan perdamaian dalam kasus ini, PMKRI tetap menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan.

Margareta mengingatkan bahwa jika perdamaian tersebut menjadi jalan keluar, maka hal itu justru akan merusak citra TNI dan menormalkan tindakan kekerasan.

“Institusi TNI harus menghindari memelihara oknum yang dapat merusak integritasnya,” ujar Margareta.

PMKRI Ruteng menginginkan agar pelaku penganiayaan ini diproses secara hukum yang adil dan transparan sesuai dengan prinsip negara hukum.

Mereka berharap kasus ini menjadi titik evaluasi bagi TNI dalam pembinaan mental dan profesionalisme anggotanya agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

"Kasus ini harus menjadi pembelajaran dan evaluasi agar TNI dapat menjaga citra baiknya sebagai pelindung rakyat, bukan justru sebagai ancaman bagi masyarakat," tutup Margareta.

Baca di sini sebelumnya: Oknum TNI di Manggarai Dilaporkan ke Polisi terkait Tudingan Pencurian dan Penganiayaan
 

Penulis: Isno Baco