Ruteng, Radarflores.com- Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia mendukung total kerja keras Suster Margaretha Ada, SSpS, ketua Yayasan Gunthild Karitas Peduli dalam memperjuangkan Balai Latihan Kerja (BLK) komunitas SSpS di Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua dewan pembina Padma Indonesia Gabriel Goa mengatakan, tidak hanya dirinya yang mendukung Suster Margaretha. Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI) dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena juga sangat mendukung.

Ia menjelaskan, peningkatan status BLK menjadi Balai Latihan Kerja Luar Negeri/Lembaga Pelatihan Kerja (BLK LN/LPK) terakreditasi negara harus sesuai amanat UU Nomot 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Pasal 5 poin b menyebut "setiap PMI wajib memiliki kompetensi". Lalu, Pasal 10 poin a dan Pasal 41 menyebutkan "menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja oleh lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan kerja milik pemerintah atau swasta yang terakreditasi".

"Salah satu persyaratannya adalah wajib ikut Bimtek akreditasi BLKLN/LPK," kata Gabriel kepada Radarflores.com pada Sabtu (3/2/2024).

Ia mengaku meski masih sakit dan dibantu tongkat untuk bisa jalan, Suster Margaretha nekad ikut bimbingan teknis (Bimtek) akreditasi BLKLN/LPK yang diselenggarakan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (DPP AP2TKI).

DPP AP2TKI menyelenggarakan Bimtek akreditasi peningkatan mutu lembaga pelatihan kerja swasta pada 30 BLKLN, LPK selama dua hari di Jakarta, sejak Jumat 2 sampai dengan Sabtu, 3 Februari 2024.

Ketua Umum DPP AP2TKI Lolynda Usman menjelaskan, tujuan Bimtek ini untuk meningkatkan mutu menjadikan BLKLN dan LPK berkualitas hingga menghasilkan pekerja migran yang dilatihnya memiliki kompetensi dan kapasitas.

Akreditasi menjadi salah satu syarat bagi BLKLN dan LPK swasta yang melatih para calon PMI.

Dari 1.200 BLKLN dan LPK anggota AP2TKI menurutnya, sebagian besar telah terakreditasi dan ada juga masa berlaku akreditasi telah habis dan ada BLKLN dan LPK yang baru didirikan.

“Semuanya wajib memiliki akreditasi," tuturnya.

Disebutkannya, pada saat penempatan pekerja migran khusus pembantu rumah tangga dimoratorium selama lebih dari sepuluh tahun dan pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Sebagian besar BLKLN dan LPK tidak beroperasi hingga masa berlaku akreditasinya juga habis.

Namun kini situasi penempatan PMI sudah mulai bergeliat dengan dibukanya penempatan PMI ke Arab Saudi melalui program uji coba skema one channel system dan penempatan ke Kawasan Asia Pasific serta adanya perluasan penempatan PMI ke berbagai negara lainnya di dunia.

"Kondisi ini membuat BLKLN dan LPK bangkit kembali dan untuk itu mereka memerlukan akreditasi karena pegangan BLKLN dan LPK adalah akreditasi," pungkas dia.

Kata Lolynda Usman, AP2TKI mewajibkan anggotanya untuk mengakreditasi BLK. Sebab, BLKLN juga berfungsi sebagai tempat uji komptensi (TUK).

"Syarat untuk melaksanakan TUK, BLKLN itu harus terakreditasi," pungkasnya.

Sebelum mendapatkan akreditasi dan telah terpenuhinya persyaratan seperti sarana dan prasarana, instruktur yang handal, BLKLN dan LPK harus diberi Bimtek terlebih dahulu.

Untuk Bimtek angkatan pertama ini adalah para pemilik dan pengelola BLKLN dan LPK swasta. Diharapkan mereka memahami proses dan manajemen yang output-nya adalah lahirnya para pekerja migran yang kompeten.

Lolynda Usman mengungkapkan, pihaknya menargetkan zero pemulangan PMI yang ditempatkan di luar negeri.  Ditargetkan pula seluruh BLKLN dan LPK anggota AP2TKI terakreditasi.

"Khusus untuk Provinsi NTT sebagai kantong migrasi ilegal rentan human trafficking kegigihan dan kerja keras Suster Margaretha Ada, SSpS  mempersiapkan SDM calon pekerja di Lembata, NTT melalui BLK Komunitas yang dipimpinnya wajib diapresiasi dan didukung oleh pemerintah Kabupaten Lembata, Pemprov NTT dan Pemerintah Pusat," tandas dia.

Lembata dikenal sejak tahun 1932 sudah pergi melarat ke Malaysia. Fakta membuktikan di Lembata tidak ada BLK untuk mempersiapkan kompetensi dan kapasitas calon pekerja baik skema Angkatan Kerja Antardaerah (Akad) maupun (Angkatan Kerja Antarnegara (Akan) dan Layanan Terpadu Satu Atap (Lsta) untuk mengurus  prasyarat administrasi hukum seperti KTP, surat kelakuan baik, paspor juga rekam medis, jamsostek dan job order.

Visa kerja pun belum ada di Lembata dan wilayah lainnya di NTT yang dikenal Provinsi Peti Mati dan Provinsi Darurat Human Trafficking. [RF]