Borong, Radarflores.com - Damasus Sadun, 49 tahun, warga Lompong, Desa Golo Lembur, Kecamatan Lamba Leda melayangkan surat pengaduan resmi kepada Bupati Manggarai Timur atas dugaan ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh HS, Kepala SDI Wae Taeng, Desa Lencur.

Selain ke Bupati, surat pengaduan yang diantar pada 2 Mei 2025 atas ulah HS juga dikirim ke Kepala Dinas PPO dan DPRD Manggarai Timur.

Kepala Dinas PPO Manggarai Timur, Winsensius Tala, mengaku sudah menerima surat pengaduan tersebut. Meski begitu, ia  berdalih tak ada nama kepala sekolah sebagaimana ditulis dalam surat pengaduan dari Damasus Sadun tersebut.

"Selamat semangat pagi ite. Kami sdh terima. Tetapi tidak ada Kepsek yang bernama seperti yg ada dalam laporan. Tabe," tulis Winsensius ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp-nya, Kamis, 8 Mei 2025.

Merespons pernyataan dari pihak Dinas PPO Manggarai Timur, keluarga korban Marigutar Moyang menegaskan, penulisan inisial HS dalam surat yang dikirimkan kepada Bupati, pimpinan DPRD, dan Kepala Dinas PPO Manggarai Timur adalah bentuk penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah. Surat tersebut juga ditembuskan ke media massa untuk dipublikasikan.

"Kami sekeluarga tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menghormati hak hukum dari HS," ujar Moyang.

Ia menjelaskan, salah satu prinsip dari asas praduga tak bersalah adalah menyamarkan identitas terduga pelaku sebelum adanya putusan pengadilan.

“Sebelum pengadilan memutuskan kasus dan menyatakan seseorang bersalah, identitasnya disamarkan dengan inisial untuk menghormati hak hukumnya. Ini memastikan bahwa orang tersebut dianggap tidak bersalah sampai ada bukti kuat di pengadilan,” ujarnya.

Moyang menilai pernyataan Kepala Dinas PPO Manggarai Timur yang menyebut tidak ada kepala sekolah seperti yang ditulis dalam surat keluarga diduga merupakan bentuk perlindungan terhadap HS.

“Dalam surat kami, jelas ditulis bahwa HS adalah Kepala SDI Wae Taeng, Desa Lencur, Kecamatan Lamba Leda. Jika dinas tidak melindunginya, mengapa tidak menelusuri langsung ke sekolah tersebut? Pernyataan dari dinas ini sangat menyakitkan bagi kami, warga kecil yang sedang mencari keadilan,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam suratnya, Damasus mengaku mendapat ancaman serius dari kepala sekolah berinisial HS saat ia tengah menyiram bibit padi di sawah milik almarhumah istrinya di Wae Wao, samping Jalan Benteng Jawa- Necak pada Sabtu, 26 April 2025 lalu.

"Bahwa pada waktu dan tempat tersebut di atas, HS telah melakukan tindakan berupa pengancaman secara verbal, dengan menggunakan parang terhadap saya," tulis Damasus dalam surat tersebut, yang salinannya diterima media.

Selain mengancam dirinya dengan parang, HS juga dilaporkan melakukan perusakan terhadap persemaian bibit padi milik Damasus.

Menurutnya, bentuk pengancaman tersebut sangat meresahkan dan menimbulkan rasa takut, terutama bagi warga miskin seperti saya yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian, termasuk lahan sawah.

Damasus menilai tindakan HS tidak hanya melanggar norma hukum, tetapi juga sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang ASN yang seharusnya menjadi teladan dan pelindung bagi masyarakat, khususnya rakyat kecil dan para petani yang merupakan tulang punggung ketahanan pangan daerah.

Dalam suratnya, ia meminta Kepala Dinas PPO Manggarai Timur agar, pertama, memanggil HS untuk dimintai klarifikasi dan pertanggungjawaban atas dugaan tindakan pidana yang dilakukan.

Kedua, melakukan pemeriksaan internal secara menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran hukum dan disiplin oleh HS

Ketiga, melaporkan hasil pemeriksaan kepada pihak berwenang (Inspektorat, Badan Kepegawaian Daerah, atau APIP), dan apabila cukup bukti, meneruskan ke aparat penegak hukum.

Keempat, menonaktifkan sementara ASN tersebut dari jabatannya sesuai ketentuan yang berlaku, guna kelancaran proses hukum dan menghindari potensi konflik kepentingan.

Kelima, mengumumkan secara transparan langkah-langkah yang diambil oleh Dinas PPO Manggarai Timur kepada publik/masyarakat, untuk menjaga integritas institusi dan kepercayaan publik.

Keenam, menjamin tidak adanya intervensi atau perlindungan terhadap ASN yang bersangkutan selama proses berlangsung.

Ketujuh, memberikan sanksi tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum.

Penulis: Isno Baco