Labuan Bajo, Radarflores.com - Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka, menanggapi pemberitaan dua media lokal di Labuan Bajo yang menudingnya sebagai perampas tanah milik orang lain dan terlibat dalam sejumlah kasus tanah.

Ramang menilai pemberitaan tersebut sebagai fitnah yang menyesatkan, merusak nama baiknya, serta keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang.

Menurut Ramang, tanah yang dipermasalahkan bukanlah milik orang lain, melainkan merupakan warisan dari ayahnya, Alm. Haji Ishaka.

Tanah tersebut diberikan kepada Ramang pada tahun 1993 dan pada tahun 2022 beralih kepemilikan kepada Ricky Handika Tan, atau yang biasa disebut Cuncun.

Ramang menjelaskan, tanah tersebut terletak di Wae Cicu, yang berbatasan langsung dengan lahan milik Stefan Bahan.

Stefan Bahan yang dikonfirmasi media, menjelaskan, tanah tersebut memang milik Alm. Haji Ishaka yang diwariskan kepada Ramang. Ia juga menyebutkan bahwa tanah mereka berbatasan langsung.

Ramang menyayangkan pemberitaan tersebut tidak melibatkan konfirmasi darinya, yang merupakan salah satu asas penting dalam pemberitaan yang berimbang.

Ia menegaskan, tuduhan dirinya merampas tanah orang lain adalah tidak benar dan merugikan reputasinya. Ia merasa pemberitaan tersebut bertujuan merendahkan martabatnya serta melemahkan keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang.

Sebelumnya, media infolabuanbajo.id dan infotimur.id melaporkan bahwa Ramang Ishaka diduga terlibat dalam penyerobotan tanah milik Sugi Tjahjana Tjiaman yang sudah bersertifikat. Ramang menyanggah tuduhan tersebut, bahkan mempertanyakan bagaimana tanah tersebut bisa disertifikatkan atas nama pihak lain, mengingat tanah tersebut masih merupakan haknya.

Terkait masalah ini, Ramang telah mengajukan surat hak jawab yang diterbitkan oleh kedua media tersebut.

Ia juga menanyakan keabsahan sertifikat tanah yang diterbitkan pada tahun 2007 atas nama Risanto Misrad, yang kemudian dijual kepada pihak lain pada tahun 2013.

Pada Juni 2024, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat mengadakan mediasi terkait kasus ini.

Namun, dalam mediasi tersebut, pihak yang mengaku memiliki sertifikat tidak dapat menunjukkan alas hak yang sah atas tanah tersebut.

BPN pun merasa perlu untuk melakukan pengecekan lokasi yang dipermasalahkan.

Sementara itu, kuasa hukum Sugi Tjahjana Tjiaman, Franky Letik, kepada wartawan membenarkan adanya mediasi dan menyebutkan bahwa pihaknya telah membeli tanah tersebut pada tahun 2013 dengan sertifikat yang diterbitkan pada 2007.

Namun, ia juga mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada tindak lanjut dari mediasi tersebut.

Ramang Ishaka menegaskan bahwa tanah yang dipermasalahkan tetap merupakan bagian dari hak warisnya dan menuntut klarifikasi lebih lanjut terkait masalah ini. [RF]